About > Profile
Murobbi’s Profile

Profile
Jejak Perjuangan dari Desa ke Pesantren
Abuya Moh Wahyudi lahir pada 24 November 1974 di Desa Sengkan, Sukorejo, Pasuruan. Beliau tumbuh di tengah keluarga sederhana dengan teladan kerja keras dari sang ayah, Da’i, seorang buruh pabrik, dan ibunya, Siti Aminah, sosok ibu tangguh yang berdagang di pasar serta membuka usaha kecil di rumah. Sejak kecil, Abuya dikenal ceria, gemar bermain sepak bola, dan menggembala kambing di sekitar pemakaman Tionghoa yang menjadi bagian kenangan masa kecilnya.
Namun di balik keceriaan itu, semangat belajarnya begitu kuat. Sepulang sekolah dasar, ia mengaji di Madrasah Diniyah bersama Ustaz Salip, lalu melanjutkan belajar Al-Qur’an hingga malam hari bersama para guru yang membentuk akhlak dan dasar keilmuannya. Menginjak kelas 4 SD, orang tuanya mengirim Abuya ke Pondok Pesantren Al-Mas’udi di bawah asuhan KH. Mudhoffir Ali, di mana Abuya mendalami Al-Qur’an, hingga bertemu dan belajar kepada KH. Dzulhilmi Ghozali Al-Hafiz yang menanamkan kecintaan mendalam terhadap Qur’an. Dari sinilah langkahnya di dunia pesantren dimulai.

Menjadi Teladan dalam Ilmu dan Amal
Setelah menamatkan SD, Abuya melanjutkan pendidikan di MTs Ma’arif Sukorejo sambil mondok di Pesantren Al-Hidayah di bawah bimbingan KH. Muslih Abdoesshomad dan KH. Mudjtaba Abdoesshomad. Selama 13 tahun, ia mendalami kitab-kitab salaf, mulai dari Jurumiyah hingga Alfiyah, Safinah hingga Wahab, Ihya hingga Tafsir Jalalain dan lain-lain sekaligus mengabdi dengan mengajar Al-Qur’an kepada santri lain. Metodenya selalu kreatif dan inovatif, termasuk salah satunya menerjemahkan kitab Syifaul Jinan ke dalam nadzom Indonesia agar lebih mudah dipahami.
Hingga kini, Abuya tetap menjaga hafalannya dengan muraja’ah rata-rata lima juz per hari, bahkan di tengah kesibukan. Baginya, membaca Al-Qur’an di shalat malam adalah “setoran langsung kepada Allah”. Beliau mempunyai prinsip hidup “Yakin bisa, harus bisa, pasti bisa”, Abuya bukan hanya seorang pendidik dan pejuang Al-Qur’an, tetapi juga sosok teladan yang menanamkan nilai adab, ilmu, dan keikhlasan kepada siapa saja yang belajar kepadanya.
Guru dan Sanad Keilmuan
Berakar dari tradisi, dibimbing oleh kearifan para pendahulu.
Abuya Mohammad Wahyudi mulai menempuh pendidikan pesantren sejak kelas 4 SD hingga dewasa. Perjalanan panjang ini bukan hanya proses mencari ilmu, tetapi juga pembentukan karakter, nilai hidup, dan visi masa depan. Selama masa belajarnya di berbagai pesantren, beliau berguru kepada banyak ulama dan kyai dari lembaga Islam dengan karakteristik masing-masing — dari pesantren salafiyah tradisional hingga lembaga yang menekankan bahasa dan Al-Qur’an.
Para guru tersebut tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menjadi teladan dalam keikhlasan, kejujuran, disiplin, dan kesungguhan dalam mendidik serta membimbing santri. Pengaruh mereka sangat kuat dalam membentuk cara pandang Abuya terhadap dunia pendidikan, dan menjadi pondasi dalam merancang sistem pendidikan di Pondok Pesantren YAHQI.
Perjuangan Menuntut Ilmu di Perguruan Tinggi
Setelah menamatkan pendidikan setingkat Madrasah Aliyah, Abuya Moh Wahyudi tetap tinggal di Pondok Pesantren Al Hidayah untuk mengabdi kepada gurunya. Ia meyakini bahwa keberkahan ilmu lahir dari pengabdian yang ikhlas. Di tengah kesibukan mengabdi, ia mengambil langkah besar dengan melanjutkan studi di IAIN Sunan Ampel Surabaya (kini UINSA) pada jurusan Muamalah Jinayah, Fakultas Syariah.
Sebelum diterima, ia pernah bernazar: jika lulus seleksi, ia akan berjalan kaki dari Wonokromo ke Ngampel sambil muraja’ah Al-Qur’an hingga khatam. Nazar itu benar-benar ia tepati. Perjalanan pendidikannya di perguruan tinggi pun penuh perjuangan. Setiap hari ia menempuh perjalanan dari Sukorejo ke Surabaya menggunakan kereta abonemen seharga 40 ribu rupiah per bulan. Ia harus tiba di stasiun sebelum subuh, terkadang berdiri sepanjang perjalanan karena tidak kebagian tempat duduk. Di dalam kereta, ia memanfaatkan waktu untuk muraja’ah, membaca buku, atau berinteraksi dengan penumpang lain.
Setibanya di Stasiun Wonokromo, ia berjalan kaki selama 30 menit menuju kampus karena tidak memiliki uang untuk transportasi umum. Bahkan saat banjir merendam kawasan itu, ia tetap melanjutkan perjalanan dengan menembus air setinggi lutut demi menuntut ilmu.
Di kampus, Abuya dikenal sebagai mahasiswa yang rendah hati. Ia selalu datang paling awal dan bahkan sering menawarkan diri membawakan tas dosen yang akan mengajar. Semua itu bukan untuk mencari perhatian, melainkan karena keyakinannya bahwa memuliakan guru adalah pintu keberkahan ilmu.
Kehidupan masa kuliah bukanlah hal yang mudah. Selain menanggung biaya kuliah sendiri, Abuya juga harus membantu biaya pendidikan adiknya. Sering kali, ia harus menahan lapar. Untuk bertahan, ia membawa bekal lontong sederhana yang dimakannya diam-diam di toilet masjid kampus agar tidak terlihat teman-temannya. Namun, di balik keterbatasan itu, tekadnya tak pernah padam.
Sejak semester tiga, ia mulai menekuni dunia menulis lebih serius. Ia mengirim naskah pertamanya ke berbagai penerbit, tetapi semua berujung penolakan. Tak menyerah, ia mencari alamat penerbit lain dengan mendatangi toko buku, mencatat kontak penerbit yang tertera di halaman awal buku-buku.
Perjuangan panjang itu akhirnya membuahkan hasil. Naskah berjudul Ahkamu Qira’atil Qur’an (Hukum-Hukum Bacaan Al-Qur’an) berhasil diterbitkan. Buku tersebut mendapat sambutan luar biasa, bahkan menembus pasar luar negeri hingga ke Malaysia, Singapura, dan Brunei. Dari royalti penjualan buku pertamanya, Abuya dapat hidup lebih layak, membantu pendidikan adiknya di Pare, Kediri, dan meringankan beban kedua orang tuanya.
Menulis sebenarnya bukan hal baru bagi Abuya. Saat masih di pesantren Al Hidayah, ia pernah mengelola majalah dan buletin untuk alumni santri dan remaja masjid Al-Muhlashin. Pengalaman itulah yang kemudian menjadi bekal berharga dalam menelurkan karya-karya besarnya.

Universitas Kehidupan di Kota Surabaya
Setelah kurang lebih 13 tahun belajar dan mengabdi dengan penuh keikhlasan di Pondok Pesantren Al Hidayah, Abuya Moh Wahyudi akhirnya mendapat izin dari pengasuhnya untuk menempuh perjalanan baru. Meski meninggalkan pondok, ia tetap diberi amanah mengajar satu kali dalam sepekan. Sebelum berpisah, KH. Mudjtaba memberikan pesan yang tak pernah ia lupakan:
“Saya lebih suka kamu berada di tempat yang jauh, tapi bisa bermanfaat bagi masyarakat dan membawa nama baik pesantren.”
Berbekal pesan itulah Abuya memulai babak baru hidupnya di Surabaya. Namun, tantangan langsung menghadang. Ia harus mencari tempat tinggal dekat kampus, sementara ia tidak memiliki uang untuk kos atau kontrakan. Jalan satu-satunya adalah tinggal di sebuah musholla kecil di sekitar kampus dan menjadi marbot. Setiap hari sebelum matahari terbit, halaman musholla sudah ia sapu bersih. Ia sengaja melakukannya saat masih gelap karena rasa malunya jika dilihat oleh orang lain. Selain itu, ia juga bertugas mengumandangkan azan dan bahkan menjadi imam ketika dibutuhkan.
Di sela kesibukan kuliah, Abuya juga mengajar les privat membaca Al-Qur’an. Ia rela menempuh perjalanan jauh ke berbagai sudut kota Surabaya demi mengajarkan ilmu Al-Qur’an kepada anak-anak. Semua ia lakukan dengan niat tulus: mensyiarkan Al-Qur’an sekaligus menyambung hidup.
Tak hanya itu, Abuya menambah bekal ilmunya dengan mengikuti kursus bahasa Arab di Madrosatul Alsun di bawah bimbingan KH. Muhammad Nasher, seorang pakar bahasa Arab yang lama menimba ilmu di Arab Saudi. Selama kurang lebih tiga tahun belajar di sana, bahkan di masa-masa akhir kuliah ia sempat tinggal di kediaman sang guru, mendapatkan bimbingan langsung. Bersama Prof. Akhmad Muzakki (Rektor UINSA Surabaya), Prof. Moh. Thohir (Dekan FTK UINSA Surabaya) dan lain-lain.
Kehidupan di Surabaya benar-benar menjadi “universitas kehidupan” bagi Abuya. Ia belajar arti kesabaran, keteguhan, dan tawakal. Tidur di musholla, makan dari pemberian warga sekitar, dan hidup dalam keterbatasan tidak pernah membuatnya mengeluh. Justru semua itu menempanya menjadi pribadi yang lebih kuat dan rendah hati.
Setelah empat tahun menempuh pendidikan di IAIN Sunan Ampel. Abuya mendapatkan tawaran beasiswa untuk melanjutkan studi ke luar negeri di Jami’ah Afriqiyah Al-‘Alamiah (University of Africa). Namun, karena keterbatasan biaya keberangkatan, Abuya memilih untuk tidak mengambil kesempatan tersebut dan menapaki jalan pengabdian di negeri sendiri.
Hidup di Perantauan: Menjemput Takdir dengan Keikhlasan
Di masa mudanya, Abuya Moh Wahyudi bukanlah sosok yang memiliki ambisi besar atau rencana hidup yang terperinci. Baginya, hidup adalah perjalanan sederhana: berusaha menjadi manusia terbaik setiap harinya, menjalani takdir Allah dengan lapang dada, dan menunaikan setiap amanah yang datang dengan kesungguhan.
Ia tak pernah membayangkan suatu hari mendirikan dan memimpin sebuah koperasi besar seperti Holding Koperasi BMT NU Ngasem Group yang juga menjadi Holding Koperasi pertama di Indonesia dan meraih Juara 1 Nasional, memiliki pesantren dengan ribuan santri di bawah naungan Yayasan Hafizh Qur’an Indonesia (YAHQI), atau bahkan mencetuskan Metode YAHQI yang kini digunakan oleh banyak lembagal Al-Qur’an. Semua itu bukan lahir dari ambisi pribadi, melainkan takdir yang Allah bukakan satu demi satu.
Bagi Abuya, setiap amanah adalah titipan Ilahi. Jika ada seorang santri datang ingin belajar kepadanya, itu berarti ada kepercayaan dari Allah yang harus dijaga. Jika ada tugas yang diembankan kepadanya, ia akan mengembannya hingga tuntas tanpa pamrih.

Perjalanan panjangnya menuntut ilmu dan mengabdi membawanya merantau ke berbagai daerah. Di awal tahun 2000, ia sempat tinggal di Kalimantan dan menjadi pengajar. Meski tak bertahan lama, pengalaman ini memperkaya wawasan hidupnya. Pada tahun 2001, ia hijrah ke Jakarta dan bergabung dengan LBIQ (Lembaga Bahasa dan Ilmu Al-Qur’an), sebuah lembaga yang berfokus pada pendalaman bahasa Arab dan ilmu-ilmu Al-Qur’an. Di ibu kota, ia juga bekerja di dunia penerbitan sebagai editor, menajamkan keterampilan menulis dan ilmunya tentang Al-Qur’an.
Tahun 2003 menjadi babak baru dalam hidupnya ketika ia pindah ke Bandung dan belajar di Ma’had Al-Qur’an wa Dirosah Islamiyah (MAQDIS). Di kota ini, selain belajar, ia juga menata kehidupan dengan lebih mandiri. Pertemuannya dengan para pakar Al-Qur’an dari berbagai daerah di MAQDIS semakin memantapkan langkahnya dalam dunia ilmu dan dakwah.
Dimanapun ia berada, satu hal yang tidak pernah terlepas dari dirinya adalah kehadiran dalam komunitas ilmu: halaqah-halaqah kecil, forum-forum diskusi, dan majelis-majelis Qur’ani yang menjadi bagian dari napas hidupnya.
Hingga akhirnya, tahun 2004 menjadi titik penting yang mengubah arah hidupnya. Di tahun itu, takdir Allah mempertemukannya dengan seorang gadis asal Ngasem, Bojonegoro, yang kemudian menjadi pendamping hidupnya. Sebuah pernikahan yang kelak akan menjadi awal dari langkah besar dalam membangun karya dan pengabdian untuk umat.
Menebar Manfaat, Menginspirasi Umat
Abuya Moh Wahyudi bukan hanya seorang pendidik, penulis, dan pemimpin, tetapi juga sosok visioner yang menebar manfaat melalui berbagai karya dan lembaga yang beliau rintis. Dari perjalanan hidup yang penuh kesederhanaan dan pengabdian, beliau membuktikan bahwa keberkahan ilmu akan melahirkan keberkahan amal.
Sejak kecil menimba ilmu Al-Qur’an dari KH. Dzul Hilmi Ghozali Al-Hafizh (Imam Besar Masjid Sunan Ampel Surabaya, Rois JQHNU) hingga menempuh pendidikan di berbagai pesantren dan lembaga Al-Qur’am, Abuya tumbuh menjadi pribadi yang memadukan ketekunan, keikhlasan, dan semangat inovasi. Kini, melalui kiprahnya sebagai Founder dan Presiden Direktur berbagai lembaga, beliau telah menghadirkan ekosistem pendidikan dan ekonomi yang berlandaskan Al-Qur’an, di antaranya:
- YAHQI (Yayasan Hafizh Qur’an Indonesia)
- LPDU (Lembaga Pengelola Dana Umat)
- PGTPQ (Program Gratis 1 Tahun untuk Guru Al-Qur’an)
- Pesantren Hafizh Qur’an Hadits dan Jago 9 Bahasa Internasional
- Hafal 30 Juz
- Kuasai Qiroatus Sab’ (Qiroah 7)
- Kuasai kitab kuning, adab
- Matang dalam leadership, entrepreneurship, public speaking, AI, coding, literasi, digitalisasi, dll
- Wajib komunikasi harian dalam 4 bahasa: Arab (Pagi), Mandarin (Siang), Jepang (Sore), Inggris (Malam)
- Plus Prancis, Jerman, Korea, Rusia, Spanyol sesuai jadwal dan Jawa Halus khusus hari Jumat
- Program Paspor (Kelas 2 wajib mempunyai paspor)
- Pertukaran pelajar dengan sekolah luar negeri.
- Tasmi 30 Juz di Makkah Madinah.
- SD IHS (Islamic Home Schooling) – konsep naik kelas 6 hafal 30 juz plus kuasai 3 bahasa internasional
- Baitul Maal Hafizh Qur’an
- Aqiqoh Hafizh Qur’an
- Lembaga Keuangan Syariah Jawa Timur (Juara 1 Nasional)
- Komisaris Utama Radio dan TV Dakwah
- YBC (YAHQI’s Business Center)
- YAHQI’s Mart
- YAHQI’s Foodcourt
- Pesantren Kids (Balita)
- YAHQI’s Training Center
- Masuk daftar 100 Tokoh Koperasi Indonesia
Sebagai pengasuh Pesantren YAHQI, Abuya menanamkan satu prinsip penting kepada para santrinya: “Santri harus bisa membahagiakan guru selama di pondok, dan membahagiakan orang tua ketika di rumah. Itulah kunci kesuksesan.” Nilai inilah yang menjadi pondasi kuat dalam membentuk generasi Qur’ani yang berilmu, berakhlak, dan siap memimpin di tengah masyarakat global.
Kini, di bawah bimbingan Abuya, Pesantren YAHQI bukan hanya menjadi pusat pendidikan Al-Qur’an, tetapi juga melahirkan generasi berprestasi yang menguasai ilmu agama, bahasa internasional, kepemimpinan, dan kewirausahaan. Semua ini beliau jalani bukan demi ambisi pribadi, melainkan karena keyakinannya bahwa setiap amanah adalah titipan dari Allah yang harus dipertanggungjawabkan.
Abuya Moh Wahyudi adalah contoh nyata bahwa kesederhanaan yang diiringi dengan keikhlasan, kerja keras, dan keberanian untuk terus belajar dapat menumbuhkan karya besar yang bermanfaat bagi umat. Dari pesantren kecil di Pasuruan, beliau kini menebarkan cahaya ilmu ke seluruh penjuru negeri.
Pondok Pesantren Tahfidz Quran
Hadits dan 9 Bahasa Internasional
Company
-
Metode YAHQI
-
BMT Santri
-
YAHQI Bussines Center
-
YAHQI Excellent Academy
-
Pesantren Balita
-
Qeeyadaa
Program
-
Islamic Boarding School
-
Islamic Home Schooling
-
Graha Tahfidz Qur'an
-
PGTPQ
Contact
- Jl. Demang Kusumoyudo, Ngasem, Bojonegoro - Jawa Timur 62154
- +62 858-5970-6065 (WA)
- officialyahqi@gmail.com
Copyright © 2025 YAHQI Media | All Rights Reserved